Hal mendasar mengenai materi Mengenal Fungsi dan Melihat Kondisi Hutan Mangrove Dunia, bahwa setiap masyarakat negara wajib mempunyai kepahaman seputar materi ekonomi, hal ini erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. Misalnya, karir paling populer yang Bisa dikejar kebanyakan dengan gelar ekonomi. Ekonomi mengajarkan bagaimana membuat keputusan yang tepat. Ini mengajarkan kita bagaimana Tips membuat pilihan, yang sangat penting dalam bisnis.
Mengenal Fungsi dan Melihat Kondisi Hutan Mangrove Dunia
Hari Bumi (Earth Day) yang diperingati setiap 22 April menjadi momentum sekaligus peringatan yang menunjukkan betapa seriusnya permasalahan lingkungan hidup.
Isu perubahan cuaca yang ekstrim, pemanasan suhu dengan cara global (global warming), serta kerusakan ekosistem Bahari, tanah, hutan, dan air, mesti mendapatkan perhatian yang lebih intensif, apalagi mengingat bahwa problem lingkungan hidup merupakan salah satu isu penting yang termuat dalam kampanye program the Sustainable Development Goals (SDGs).
Oleh karenanya, tema tulisan kali ini akan mengangkat mengenai hutan mangrove, terutama menyangkut kondisi kekinian atas eksistensi ekosistem ini.
Namun demikian, Sebab materi hutan mangrove sangat luas dan multi disiplin ilmu, maka pembahasan di artikel ini akan dibatasi di sudut pandang ilmu ekonomi, khususnya dalam kajian environmental economics.
Pertama-tama kita wajib terlebih dahulu memahami definisi hutan mangrove. Pengertian hutan mangrove merujuk di kelompok pepohonan (bagus yang beranting ataupun palem-paleman) dan semak belukar yang mempunyai kemampuan untuk hidup dan berkembang di lingkungan Bahari (pantai), muara sungai, dan air tawar (fresh water).
Adapun Perkataan ‘mangrove’ Bisa menggambarkan ekosistem hutan dengan cara keseluruhan, ataupun jenis pepohonan yang ada dalam ekosistem tersebut (Tomlinson, The Botany of Mangroves, 1986). Tulisan ini akan memakai istilah yang saling bergantian antara mangrove, hutan mangrove, dan hutan bakau.
Menurut suatu studi, sesungguhnya terdapat lebih dari 0 jenis pohon mangrove yang ada di dunia. Pepohonan ini mampu beradaptasi dengan lingkungan yang suhunya berbeda, Bisa di lingkungan hangat (tropis), ataupun di lingkungan dengan suhu sejuk (sub-tropis) (Stewart as well as Fairfull, Mangroves, Primefacts – Profitable & Sustainable Primary Industries, May 2008).
Berikutnya, terdapat beberapa fungsi inti hutan mangrove yang Bisa diidentifikasi, antara lain:
dengan cara ekonomis, hutan mangrove membagikan kontribusi sekitar US$ 0-900 ribu dari manfaat ekonomi yang terdapat di setiap satu hektare area. Manfaat tersebut antara lain berupa kayu produksi, kayu arang, hasil ikan, udang, kepiting, serta hasil ekonomi lainnya.
Disamping itu hutan mangrove juga berkontribusi terhadap pendapatan dari sektor wisata alam (ecotourism), Sebab mampu memikat kunjungan wisatawan lokal ataupun mancanegara.
Namun demikian ada pula ancaman-ancaman yang berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove, diantaranya merupakan:
Lebih jauh, laporan the Food as well as Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa persentase terbesar habitat hutan mangrove di dunia terdapat di Indonesia sebesar 19% (3.06 juta hektare di 2003), Australia dikisaran 10% (1.45 juta hektare di 2005) dan Brazil sebanyak 7% (1.02 juta hektare di 1991).
Berikutnya dinyatakan bahwa terdapat penurunan area hutan mangrove di seluruh dunia, dari 18.8 juta hektare di 1980 menjadi 15.2 juta hektare di 2005. Penurunan itu terjadi karena kerusakan dengan cara masif yang terjadi dibeberapa negara, termasuk Brazil, Meksiko, dan Indonesia.
Temuan FAO juga menyebutkan bahwa kerusakan hutan mangrove terutama dikarenakan oleh adanya alih fungsi lingkungan menjadi tambak garam dan tambak udang, eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan ekonomi, serta limbah industri yang dibuang dengan cara sembarangan di muara sungai (the Food as well as Agriculture Organization, the entire world’s Mangroves 1980-2005, FAO Forestry Paper, 2007).
Penelitian lain menunjukkan bahwa luas area hutan mangrove di Indonesia di 1999 tak kurang dari 8.6 juta hektare. Akan akan tetapi sejak 1999 hingga dengan 2005, terjadi penyusutan wilayah hutan bakau hingga mencapai 5.58 juta hektare (www.nationalgeographic.co.id, Hutan Mangrove Indonesia Terus Berkurang, 30 Mei 2012)
Selanjutnya, dalam rangka mengurangi penyusutan sekaligus memelihara ekosistem hutan mangrove, berbagai upaya telah dilakukan banyak pihak, bagus pemerintah ataupun komunitas masyarakat, antara lain dengan:
Sebagai catatan tambahan, terdapat dua pendekatan dalam usaha penyelamatan ekosistem hutan bakau, yakni preservasi dan konservasi. Pendekatan preservasi dilakukan dengan tetap membiarkan ekosistem hutan tersebut apa adanya, dengan Perkataan lain menjaga hutan sesuai dengan habitat alaminya.
Sedangkan pendekatan konservasi masih membagikan kesempatan untuk mengambil manfaat ekonomi hingga dengan batas-batas tertentu, dengan membagikan kompensasi (Bisa berupa biaya pemeliharaan, biaya penanaman, pembibitan, dan sebagainya). Pendekatan ini mendasari sudut pandang environmental economics.
Sebagai Epilog, kombinasi dari minimnya kesadaran masyarakat, eksploitasi yang berlebihan, serta kurangnya pengetahuan/pendidikan mengenai pentingnya memelihara lingkungan hidup, berakibat di terdegradasinya ekosistem hutan mangrove dari tahun ke tahun.
Isu perubahan cuaca yang ekstrim, pemanasan suhu dengan cara global (global warming), serta kerusakan ekosistem Bahari, tanah, hutan, dan air, mesti mendapatkan perhatian yang lebih intensif, apalagi mengingat bahwa problem lingkungan hidup merupakan salah satu isu penting yang termuat dalam kampanye program the Sustainable Development Goals (SDGs).
Oleh karenanya, tema tulisan kali ini akan mengangkat mengenai hutan mangrove, terutama menyangkut kondisi kekinian atas eksistensi ekosistem ini.
Namun demikian, Sebab materi hutan mangrove sangat luas dan multi disiplin ilmu, maka pembahasan di artikel ini akan dibatasi di sudut pandang ilmu ekonomi, khususnya dalam kajian environmental economics.
Pertama-tama kita wajib terlebih dahulu memahami definisi hutan mangrove. Pengertian hutan mangrove merujuk di kelompok pepohonan (bagus yang beranting ataupun palem-paleman) dan semak belukar yang mempunyai kemampuan untuk hidup dan berkembang di lingkungan Bahari (pantai), muara sungai, dan air tawar (fresh water).
Adapun Perkataan ‘mangrove’ Bisa menggambarkan ekosistem hutan dengan cara keseluruhan, ataupun jenis pepohonan yang ada dalam ekosistem tersebut (Tomlinson, The Botany of Mangroves, 1986). Tulisan ini akan memakai istilah yang saling bergantian antara mangrove, hutan mangrove, dan hutan bakau.
Menurut suatu studi, sesungguhnya terdapat lebih dari 0 jenis pohon mangrove yang ada di dunia. Pepohonan ini mampu beradaptasi dengan lingkungan yang suhunya berbeda, Bisa di lingkungan hangat (tropis), ataupun di lingkungan dengan suhu sejuk (sub-tropis) (Stewart as well as Fairfull, Mangroves, Primefacts – Profitable & Sustainable Primary Industries, May 2008).
Berikutnya, terdapat beberapa fungsi inti hutan mangrove yang Bisa diidentifikasi, antara lain:
- membentuk habitat kehidupan. Hutan mangrove berfungsi sebagai tempat tinggal untuk beraneka ragam spesies ikan (termasuk ikan konsumsi dan ikan hias). Hutan ini juga menjadi tempat hidup berbagai macam burung, binatang amphibi, reptil, dan lain-lain.
- menghasilkan makanan. Pohon mangrove menghasilkan nutrisi yang menjadi makanan inti binatang-binatang yang tinggal di lingkungan tersebut.
- menghasilkan produk konsumsi seperti madu, bahan obat-obatan herbal, serta kayu produksi dan kayu arang.
- berfungsi sebagai penahan (buffer) untuk mengurangi dampak erosi dan menjaga kualitas air. Pepohonan dalam hutan mangrove mampu menyerap datangnya gelombang pasang dan angin berkecepatan tinggi yang Bisa menimbulkan erosi.
dengan cara ekonomis, hutan mangrove membagikan kontribusi sekitar US$ 0-900 ribu dari manfaat ekonomi yang terdapat di setiap satu hektare area. Manfaat tersebut antara lain berupa kayu produksi, kayu arang, hasil ikan, udang, kepiting, serta hasil ekonomi lainnya.
Disamping itu hutan mangrove juga berkontribusi terhadap pendapatan dari sektor wisata alam (ecotourism), Sebab mampu memikat kunjungan wisatawan lokal ataupun mancanegara.
Namun demikian ada pula ancaman-ancaman yang berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove, diantaranya merupakan:
- sampah yang dibuang dengan cara sembarangan di lingkungan hutan. Hal ini bukan hanya berbahaya untuk pepohonan, melainkan juga untuk makhluk hidup yang tinggal di habitat tersebut.
- limpahan minyak dan zat kimia beracun lainnya. Apabila terdapat tumpahan minyak atau zat kimia di area ini, maka dipastikan akan merusak ekosistem hutan bakau.
- perambahan oleh manusia. Penebangan pepohonan yang dilakukan dengan cara berlebihan akan merusak keberlangsungan ekosistem dalam jangka panjang.
- alasan pembangunan. Adanya pembangunan dermaga, resort, dan lain-lain, dengan cara potensial mengancam kehidupan ekosistem hutan mangrove.
- perubahan suhu air Bahari karena perubahan cuaca dan pemanasan global.
Lebih jauh, laporan the Food as well as Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa persentase terbesar habitat hutan mangrove di dunia terdapat di Indonesia sebesar 19% (3.06 juta hektare di 2003), Australia dikisaran 10% (1.45 juta hektare di 2005) dan Brazil sebanyak 7% (1.02 juta hektare di 1991).
Berikutnya dinyatakan bahwa terdapat penurunan area hutan mangrove di seluruh dunia, dari 18.8 juta hektare di 1980 menjadi 15.2 juta hektare di 2005. Penurunan itu terjadi karena kerusakan dengan cara masif yang terjadi dibeberapa negara, termasuk Brazil, Meksiko, dan Indonesia.
Temuan FAO juga menyebutkan bahwa kerusakan hutan mangrove terutama dikarenakan oleh adanya alih fungsi lingkungan menjadi tambak garam dan tambak udang, eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan ekonomi, serta limbah industri yang dibuang dengan cara sembarangan di muara sungai (the Food as well as Agriculture Organization, the entire world’s Mangroves 1980-2005, FAO Forestry Paper, 2007).
Penelitian lain menunjukkan bahwa luas area hutan mangrove di Indonesia di 1999 tak kurang dari 8.6 juta hektare. Akan akan tetapi sejak 1999 hingga dengan 2005, terjadi penyusutan wilayah hutan bakau hingga mencapai 5.58 juta hektare (www.nationalgeographic.co.id, Hutan Mangrove Indonesia Terus Berkurang, 30 Mei 2012)
Selanjutnya, dalam rangka mengurangi penyusutan sekaligus memelihara ekosistem hutan mangrove, berbagai upaya telah dilakukan banyak pihak, bagus pemerintah ataupun komunitas masyarakat, antara lain dengan:
- memahami habitat setiap spesies yang hidup dalam lingkungan mangrove, bagus dalam hal pertumbuhan, perkembangbiakan, ataupun reproduksi.
- mengetahui pola hidup masing-masing jenis pepohonan, sehingga Bisa diketahui spesies mana yang sesuai untuk lingkungan tertentu.
- memperbaiki kerusakan habitat mangrove dengan cara dini.
- menentukan skema pemeliharaan dan perbaikan hutan mangrove berdasarkan pola hidup masing-masing spesies.
- menanam pepohonan yang sesuai dengan lingkungan dimana ekosistem itu berada.
Sebagai catatan tambahan, terdapat dua pendekatan dalam usaha penyelamatan ekosistem hutan bakau, yakni preservasi dan konservasi. Pendekatan preservasi dilakukan dengan tetap membiarkan ekosistem hutan tersebut apa adanya, dengan Perkataan lain menjaga hutan sesuai dengan habitat alaminya.
Sedangkan pendekatan konservasi masih membagikan kesempatan untuk mengambil manfaat ekonomi hingga dengan batas-batas tertentu, dengan membagikan kompensasi (Bisa berupa biaya pemeliharaan, biaya penanaman, pembibitan, dan sebagainya). Pendekatan ini mendasari sudut pandang environmental economics.
Sebagai Epilog, kombinasi dari minimnya kesadaran masyarakat, eksploitasi yang berlebihan, serta kurangnya pengetahuan/pendidikan mengenai pentingnya memelihara lingkungan hidup, berakibat di terdegradasinya ekosistem hutan mangrove dari tahun ke tahun.
0 Response to "Mengenal Fungsi dan Melihat Kondisi Hutan Mangrove Dunia Yang wajib Kita Baca"
Posting Komentar