Pengetahuan Fundamental mengenai materi Pemahaman mengenai Official Development Assistance (ODA), bahwa setiap masyarakat negara wajib mempunyai kepahaman seputar materi ekonomi, hal ini dikarenakan dengan perkembangan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. Misalnya, karir paling populer yang Bisa dikejar kebanyakan dengan gelar ekonomi. Penelitian yang berbeda cenderung menemukan nilai gaji lulusan ekonomi cukup dibayar dengan bagus. Ini mengajarkan kita bagaimana Tips membuat pilihan, yang sangat penting dalam bisnis.
Pemahaman mengenai Official Development Assistance (ODA)
untuk negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, Official Development Assistance (ODA) menjadi alternatif pembiayaan dari pihak eksternal, yang dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan sosial-ekonomi. Peran ODA sangat diperlukan oleh negara-negara tersebut Sebab tidak mencukupinya pendapatan nasional untuk membiayai pembangunan. Tulisan ini akan mengupas konsep Official Development Assistance (ODA) dan isu-isu seputar pemanfaatan ODA.
Hakikat dan Tujuan Official Development Assistance (ODA).
Sebagai salah satu sumber pembiayaan, ODA dimanfaatkan sebagai alternatif dana, sebab untuk negara-negara kecil dan negara-negara yang tidak mempunyai sumberdaya produksi, skema investasi melalui Foreign Direct Investment (FDI) kecil kemungkinannya sukses menarik investor asing.
Dalam sejarahnya, ODA diperkenalkan sebagai sarana untuk membantu negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dalam rangka peningkatan aktivitas perekonomian, melalui bantuan teknis dan finansial, serta bantuan lain terkait kebutuhan negara penerima.
Adapun tujuan inti yang mendasari skema bantuan ODA merupakan pembangunan ekonomi dan pencapaian kesejahteraan untuk negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Sedangkan sasaran pembangunan'nya mencakup berbagai sektor, antara lain kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, serta penguatan sistem dan administrasi perpajakan.
Dalam laporannya, the Organisation for Economic Co-operation as well as Development (OECD) menegaskan batasan-batasan penggunaan skema dana bantuan ODA, antara lain:
Lebih lanjut, sumber pendanaan ODA berasal dari negara-negara pendonor. Terdapat target yang diharapkan dari tiap negara pendonor supaya setidaknya membagikan donasi sebesar 0.7% dari total Gross National Income (GNI) masing-masing negara. hingga dengan saat ini ada lima negara pendonor yang membagikan donasi minimal sesuai dengan target, yakni Norwegia (1.07%), Swedia (1.02%), Luxemburg (1.00%), Denmark (0.85%), dan Inggris (0.72%).
Dalam struktur organisasi OECD terdapat satu instrumen bernama the Development Assistance Committee (DAC), yang merupakan forum internasional dan difungsikan dalam kaitan dengan kerjasama pembangunan. Adapun tujuan komite ini merupakan untuk mempromosikan kerjasama pembangunan dan kebijakan-kebijakan dalam rangka pembangunan jangka panjang.
setelah itu komite ini juga memonitor alur keuangan yang dipakai dalam pembangunan, mereview kebijakan kerjasama pembangunan, serta mempromosikan style dan praktik-praktik pembangunan dengan cara global. Salah satu yang menjadi inti tugas instrumen ini merupakan meninjau sejauh mana pemanfaatan ODA untuk negara penerima. OECD menyatakan bahwa DAC merupakan elemen yang objektif, netral, dan berkualitas dalam setiap aktivitasnya. Lebih jauh, forum DAC terdiri dari 29 negara anggota (www.oecd.org).
Sementara The United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan beberapa permasalahan terkait ketergantungan negara-negara di ODA dan dampaknya untuk pencapaian pembangunan jangka panjang:
Kritik terhadap Official Development Assistance dan Bantuan Internasional (International Aid) lainnya.
Meski demikian, skema bantuan ODA tidak terlepas dari kritikan. Beberapa studi menyatakan bahwa ODA tidak sepenuhnya tepat dan sukses membantu negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Moyo, dalam salah satu studinya mengkritik skema bantuan internasional, termasuk ODA dalam mendorong pembangunan ekonomi. Dinyatakan bahwa sangat sering bantuan tersebut tidak tepat sasaran, bernuansa politik kepentingan, serta menyebabkan ketergantungan untuk pemangku jabatan di negara penerima. Studi tersebut menyertakan pengalaman empiris beberapa negara di kawasan Afrika, seperti Rwanda, Nigeria, Sudan dan Chad, sebagai penerima bantuan internasional.
Selanjutnya Moyo menyerukan supaya negara-negara berkembang dan negara-negara miskin mampu melahirkan daya dorong dari dalam negeri untuk memicu kegiatan perekonomian dan kewirausahaan, misalnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (SMEs), sehingga Bisa mengurangi ketergantungan di bantuan internasional. Yang tidak kalah penting merupakan penguatan institusi publik hingga menjadi lebih transparan, akuntabel, dan bebas korupsi, sehingga mampu memenuhi kebutuhan publik (Moyo, Dambisa, Dead Aid: Why Aid Makes Things Worse as well as How There will be Another Way for Africa, 2010).
Sementara Bauer menekankan bahwa bantuan internasional bukan hanya gagal mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun dalam realitanya justru menghambat pembangunan. Bauer berpendapat bahwa dana bantuan tersebut lebih seperti sumbangan pembayar pajak dari negara-negara kaya kepada negara-negara miskin.
Disamping itu disebutkan pula bahwa negara-negara pendonor cenderung tidak mengetahui kebutuhan riil negara-negara penerima, sehingga bantuan tersebut berpotensi terbuang di hal-hal yang tidak produktif dan tidak melonjakkan kapasitas sumberdaya manusia sebagai agen pembangunan (Shleifer, Andrei, Peter Bauer as well as the Failure of Foreign Aid, Cato Journal Vol.29, No. 3, 2009).
Epilog.
Sebagai salah satu sumber dana bantuan untuk pembangunan, Official Development Assistance (ODA) di hakikatnya membawa misi mulia, yakni mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan negara-negara penerima, walaupun dalam praktiknya tidak selalu dinilai tepat sasaran.
Sebagai salah satu sumber pembiayaan, ODA dimanfaatkan sebagai alternatif dana, sebab untuk negara-negara kecil dan negara-negara yang tidak mempunyai sumberdaya produksi, skema investasi melalui Foreign Direct Investment (FDI) kecil kemungkinannya sukses menarik investor asing.
Dalam sejarahnya, ODA diperkenalkan sebagai sarana untuk membantu negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dalam rangka peningkatan aktivitas perekonomian, melalui bantuan teknis dan finansial, serta bantuan lain terkait kebutuhan negara penerima.
Adapun tujuan inti yang mendasari skema bantuan ODA merupakan pembangunan ekonomi dan pencapaian kesejahteraan untuk negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Sedangkan sasaran pembangunan'nya mencakup berbagai sektor, antara lain kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, serta penguatan sistem dan administrasi perpajakan.
Dalam laporannya, the Organisation for Economic Co-operation as well as Development (OECD) menegaskan batasan-batasan penggunaan skema dana bantuan ODA, antara lain:
- Dalam kaitan dengan bantuan militer (military aid). ODA tidak digunakan untuk bantuan peralatan militer, termasuk aktivitas pemberantasan terorisme. Namun demikian, untuk bantuan kemanusiaan Bisa termasuk dalam skema ini.
- Pemeliharaan perdamaian (peacekeeping). Hampir seluruh biaya pemeliharaan perdamaian tidak termasuk dalam skema ODA, tapi aktivitas yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan dalam konteks peacekeeping masih Bisa dimasukkan.
- Tugas-tugas kepolisian. Pelatihan kepolisian sipil termasuk dalam ODA, kecuali untuk tujuan tertentu, misalnya dalam kaitan dengan pengumpulan data inteligen dalam kasus terorisme.
- Energi nuklir (nuclear energy). Untuk tujuan sipil, bantuan ini termasuk dalam skema ODA, misalnya untuk pembangkit listrik tenaga nuklir dan pemanfaatan radioaktif untuk kepentingan medis.
- Program sosial dan budaya (social as well as cultural programmes). Apabila digunakan untuk penciptaan kapasitas budaya untuk negara penerima, maka Bisa masuk dalam skema ODA.
- Bantuan untuk pengungsi. Dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, bantuan ini masuk dalam skema ODA.
- Penelitian. Hanya penelitian yang bersangkut-paut dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dan negara-negara miskin yang diperhitungkan dalam skema ODA.
Lebih lanjut, sumber pendanaan ODA berasal dari negara-negara pendonor. Terdapat target yang diharapkan dari tiap negara pendonor supaya setidaknya membagikan donasi sebesar 0.7% dari total Gross National Income (GNI) masing-masing negara. hingga dengan saat ini ada lima negara pendonor yang membagikan donasi minimal sesuai dengan target, yakni Norwegia (1.07%), Swedia (1.02%), Luxemburg (1.00%), Denmark (0.85%), dan Inggris (0.72%).
Dalam struktur organisasi OECD terdapat satu instrumen bernama the Development Assistance Committee (DAC), yang merupakan forum internasional dan difungsikan dalam kaitan dengan kerjasama pembangunan. Adapun tujuan komite ini merupakan untuk mempromosikan kerjasama pembangunan dan kebijakan-kebijakan dalam rangka pembangunan jangka panjang.
setelah itu komite ini juga memonitor alur keuangan yang dipakai dalam pembangunan, mereview kebijakan kerjasama pembangunan, serta mempromosikan style dan praktik-praktik pembangunan dengan cara global. Salah satu yang menjadi inti tugas instrumen ini merupakan meninjau sejauh mana pemanfaatan ODA untuk negara penerima. OECD menyatakan bahwa DAC merupakan elemen yang objektif, netral, dan berkualitas dalam setiap aktivitasnya. Lebih jauh, forum DAC terdiri dari 29 negara anggota (www.oecd.org).
Sementara The United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan beberapa permasalahan terkait ketergantungan negara-negara di ODA dan dampaknya untuk pencapaian pembangunan jangka panjang:
- Tingkat ketergantungan di bantuan ODA. Semakin negara bergantung di skema bantuan ODA, maka negara tersebut akan berpotensi menemui fluktuasi keuangan karena aliran dana bantuan yang disalurkan.
- Permintaan bantuan dengan cara berulang (pro-cyclical). Semakin sering dana bantuan ODA diminta, maka akan semakin tidak mendukung iklim investasi dan pembangunan negara penerima.
- Besar kecilnya (volatility) dana bantuan. bila besarnya bantuan ODA tidak mampu diprediksi, maka negara penerima cenderung tidak akan mampu mengelola pengeluaran pemerintah dengan cara efektif, sehingga justru berdampak negatif terhadap anggaran negara (state budget).
- Penggunaan dana bantuan. Hal ini terkait sektor-sektor mana aja yang memakai dana bantuan ODA, sehingga akan berdampak langsung di produktivitas negara penerima. Apabila sektor-sektor tersebut tidak relevan dengan pembangunan, maka akan semakin rendah produktivitas yang dihasilkan.
Kritik terhadap Official Development Assistance dan Bantuan Internasional (International Aid) lainnya.
Meski demikian, skema bantuan ODA tidak terlepas dari kritikan. Beberapa studi menyatakan bahwa ODA tidak sepenuhnya tepat dan sukses membantu negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Moyo, dalam salah satu studinya mengkritik skema bantuan internasional, termasuk ODA dalam mendorong pembangunan ekonomi. Dinyatakan bahwa sangat sering bantuan tersebut tidak tepat sasaran, bernuansa politik kepentingan, serta menyebabkan ketergantungan untuk pemangku jabatan di negara penerima. Studi tersebut menyertakan pengalaman empiris beberapa negara di kawasan Afrika, seperti Rwanda, Nigeria, Sudan dan Chad, sebagai penerima bantuan internasional.
Selanjutnya Moyo menyerukan supaya negara-negara berkembang dan negara-negara miskin mampu melahirkan daya dorong dari dalam negeri untuk memicu kegiatan perekonomian dan kewirausahaan, misalnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (SMEs), sehingga Bisa mengurangi ketergantungan di bantuan internasional. Yang tidak kalah penting merupakan penguatan institusi publik hingga menjadi lebih transparan, akuntabel, dan bebas korupsi, sehingga mampu memenuhi kebutuhan publik (Moyo, Dambisa, Dead Aid: Why Aid Makes Things Worse as well as How There will be Another Way for Africa, 2010).
Sementara Bauer menekankan bahwa bantuan internasional bukan hanya gagal mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun dalam realitanya justru menghambat pembangunan. Bauer berpendapat bahwa dana bantuan tersebut lebih seperti sumbangan pembayar pajak dari negara-negara kaya kepada negara-negara miskin.
Disamping itu disebutkan pula bahwa negara-negara pendonor cenderung tidak mengetahui kebutuhan riil negara-negara penerima, sehingga bantuan tersebut berpotensi terbuang di hal-hal yang tidak produktif dan tidak melonjakkan kapasitas sumberdaya manusia sebagai agen pembangunan (Shleifer, Andrei, Peter Bauer as well as the Failure of Foreign Aid, Cato Journal Vol.29, No. 3, 2009).
Epilog.
Sebagai salah satu sumber dana bantuan untuk pembangunan, Official Development Assistance (ODA) di hakikatnya membawa misi mulia, yakni mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan negara-negara penerima, walaupun dalam praktiknya tidak selalu dinilai tepat sasaran.
0 Response to "Pemahaman mengenai Official Development Assistance (ODA) Yang wajib Kita Baca"
Posting Komentar