Pengetahuan Fundamental seputar materi Mengenal Konsep Inflasi dalam Perekonomian, bahwa setiap masyarakat negara wajib mempunyai kemampuan pemahaman seputar pembahasan ekonomi, hal ini erat kaitannya dengan kemajuan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. Misalnya, karir paling populer yang Bisa dikejar kebanyakan dengan gelar ekonomi. Ekonomi mengajarkan bagaimana membuat keputusan yang tepat. Ini mengajarkan kita bagaimana Tutorial membuat pilihan, yang sangat penting dalam bisnis.
Mengenal Konsep Inflasi dalam Perekonomian
Inflasi (inflation) menjadi salah satu inti bahasan utama dalam kajian ekonomi. Angka yang ditunjukkan sebagai besaran inflasi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (economic growth) suatu negara. Dalam tulisan ini kita akan belajar mengenai dasar-dasar inflasi, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya inflasi, serta pengambilan kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi.
Inflasi sering digunakan sebagai alasan dan/atau pembenaran untuk pengambil kebijakan publik atas tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi. Inflasi juga sering dimanfaatkan sebagai alat kampanye untuk calon pemimpin (presiden atau perdana menteri) untuk merebut suara para pemilih, dengan janji-janji untuk mengendalikannya. Bahkan konon di 1974, presiden Amerika Serikat saat itu, Gerald R. Ford, pernah menyatakan bahwa inflasi merupakan musuh nomor satu (public enemy no. 1) di Amerika Serikat.
Pertanyaannya merupakan 'apa sebenarnya inflasi, setelah itu bagaimana inflasi terjadi, dan mengapa diperlukan kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi?'
Konsep dasar inflasi.
Pertama-tama kita akan memahami arti inflasi. Blanchard menyatakan bahwa inflasi merupakan ‘a sustained rise from the general level of prices’ (Blanchard, Olivier, Macroeconomics, 4th edition, 2006). Sementara Samuelson dan Nordhaus mengungkapkan bahwa inflasi (inflation or inflation rate) merupakan ‘the percentage of annual increase in a general cost level’ (Samuelson, Paul A., along with also William D. Nordhaus, Economics, 7th edition, 2002).
dengan cara umum Bisa dikatakan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga dengan cara umum, yang terjadi dalam suatu periode tertentu. Kenaikan harga tersebut Bisa dilihat dari perspektif luas, dimana kenaikan harga terjadi di produk barang dan jasa, serta di biaya kelayakan hidup (cost of living), atau Bisa juga dilihat dari sudut pandang yang lebih sempit, misalnya kenaikan harga produk konsumsi seperti cabai, bawang, dan lain-lain.
Selain itu angka inflasi diukur dalam satuan persen (rate). Untuk mengukur inflasi, pertama-tama wajib diketahui terlebih dahulu besaran indeks harga konsumen (Consumer cost Index/CPI). Angka CPI diperoleh dengan Tutorial menghitung biaya kelayakan hidup konsumen rumah tangga, antara lain meliputi biaya konsumsi barang dan jasa, biaya rumah termasuk sewa, dan sebagainya, dalam satu periode waktu tertentu.
Selanjutnya, angka yang diperoleh akan dibandingkan dengan angka indeks di tahun dasar atau base year. Indeks tahun dasar ini menjadi patokan untuk setiap pengukuran angka inflasi. Perbandingan tersebut menghasilkan angka/indeks yang dinamakan Consumer cost Index (CPI). setelah itu, persentase perubahan CPI dari periode waktu tertentu itulah yang disebut dengan consumer cost inflation atau bahasa sederhananya inflation/inflation rate atau tingkat inflasi. Misalnya, angka CPI di tahun dasar merupakan 100, sementara tahun ini penghitungan CPI mencapai 105, maka tingkat inflasi (inflation rate) di tahun ini merupakan sebesar 5% ((105/100) - (100/100))x 100%).
Sebagai informasi, ada pula istilah Core Consumer Inflation, yang menggambarkan penghitungan biaya kelayakan hidup konsumen, namun dengan mengecualikan faktor-faktor harga produk tertentu yang sifatnya seasonal (produk yang bersifat seasonal atau musiman biasanya menjalani kenaikan harga melebihi kewajaran karena permintaan yang meningkat, misalnya menjelang hari raya keagamaan, menjelang tutup tahun, dan sebagainya). Pengambil kebijakan publik cenderung membagikan perhatian lebih di penghitungan Core Consumer Inflation, sebab perubahan harga yang terjadi sifatnya relatif stabil.
Lebih jauh, pengambil kebijakan ekonomi akan berusaha menjaga supaya tingkat inflasi berada di kisaran angka tertentu, sebagai simbol stabilitas ekonomi dari waktu ke waktu. Disamping itu, dengan menjaga tingkat inflasi stabil di angka tertentu akan mempermudah setiap pengambilan kebijakan ekonomi. Tidak sedikit pula kajian ekonomi yang meyakini bila inflasi melebihi target yang diharapkan, maka Bisa memicu inflasi lanjutan dengan tingkat yang lebih parah apabila tidak cepat ditanggulangi.
Sebenarnya tidak ada patokan tertentu atas tingkat inflasi yang dianggap wajar, namun demikian ada kisaran (range) yang Bisa membantu pengambil kebijakan ekonomi dalam menentukan tingkat inflasi yang ditargetkan dalam satu tahun ekonomi. Salah satu studi menyebut saat inflasi berada diantara 0%-2.5% artinya perekonomian dalam kondisi stabil atau dalam fase cost stability, sementara bila tingkat inflasi berada dikisaran 2.5%-5.0%, Bisa dikatakan bahwa tingkat inflasinya moderat/sedang. saat inflasi mencapai angka 5%-8%, maka sudah masuk dalam kategori inflasi tinggi, sedangkan tingkat inflasi yang berada diatas angka 8% sudah memasuki fase inflasi berbahaya, dengan dampak lanjutannya berupa hiperinflasi (hyperinflation) (Hellerstein, Rebecca, The Impact of Inflation, Federal Reserve Bank of Boston, 1997).
Disisi lain, apabila inflasi berada dibawah 0% disebut sebagai negative inflation atau deflation (deflasi). Deflasi juga menjadi perhatian pengambil kebijakan ekonomi, Sebab Bisa membawa dampak negatif untuk perekonomian. Namun demikian, pembahasan mengenai deflasi akan disajikan dalam ulasan tersendiri.
Faktor pemicu inflasi.
Ada beberapa hal yang memicu terjadinya inflasi. Salah satunya merupakan dampak kebijakan moneter, misalnya penambahan jumlah uang beredar di pasar atau penurunan tingkat suku bunga acuan. Penggambarannya sebagai berikut: saat uang beredar di pasar bertambah banyak, maka nilai uang akan merosot. Kebijakan ini sebenarnya wajar aja untuk memacu peningkatan konsumsi, namun saat penurunan nilai uang lebih besar daripada skala ekonomi (the size of economy), maka yang terjadi justru kenaikan harga produk sebagai penyesuaian atas menurunnya nilai uang.
Keterkaitan antara jumlah uang beredar (money supply) dengan skala ekonomi (the size of economy) ini dikenal dalam konsep The Quantity Theory of Money, yang muncul di abad ke-16, dikembangkan oleh ekonom-ekonomi aliran klasik (classical economists) seperti John Stuart Mill, David Hume, dan David Ricardo.
Namun demikian, kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah juga Bisa menimbulkan inflasi. Misalnya saat pemerintah melonjakkan pengeluaran/belanja (spending), hal ini memicu peningkatan permintaan (demand). Akan akan tetapi saat demand melebihi supply, akan terjadi kelangkaan sumberdaya produksi (production resources) sehingga mengakibatkan kenaikan harga produk. Hal ini yang disebut sebagai demand-pull inflation.
Perubahan di persediaan (supply) produk juga Bisa menjadi pemicu timbulnya inflasi. Terjadinya supply shocks, misalnya saat terjadi Bala alam, akan melonjakkan ongkos produksi (production costs) yang di gilirannya akan menurunkan kuantitas persediaan produk, sehingga melambungkan harga. Dengan Perkataan lain, inflasi terjadi Sebab adanya masalah terhadap persediaan produk. Fenomena ini dikenal dengan istilah cost-push inflation.
Kebijakan untuk mengendalikan inflasi.
Mengingat faktor-faktor pemicu inflasi seperti diuraikan diatas, maka pengambil kebijakan ekonomi mesti berhati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan fiskal, moneter, ataupun dalam rangka keseimbangan demand-supply.
Apabila terjadi inflasi yang tidak diharapkan, maka kebijakan-kebijakan tertentu Bisa diterapkan, misalnya bank sentral menjalankan contractionary policy, yakni dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, sehingga Bisa menekan permintaan (sebagian pelaku ekonomi akan menahan uang mereka dan tidak menggunakannya untuk konsumsi). Selain itu, bank sentral juga Bisa mengambil kebijakan dengan Tutorial memperketat Anggaran untuk memperoleh kredit (pinjaman). di umumnya, kebijakan seperti ini dalam jangka pendek Bisa berdampak negatif terhadap ekonomi, misalnya di sektor perumahan.
Ada satu ungkapan dalam upaya mengatasi inflasi, yakni ‘problem must intentionally be made worse before in which gets better!’, artinya kondisi ekonomi wajib dibuat menjadi ‘lebih buruk’ dalam jangka pendek, sebelum menjalani perbaikan dalam jangka panjang. Bisa disimpulkan bahwa mengelola laju inflasi supaya tetap stabil merupakan langkah terbaik, sebab bila inflasi sudah tidak terkendali, maka ongkos yang wajib dikeluarkan menjadi sangat mahal.
Namun bila penyebab inflasi tersebut dari faktor global, maka kebijakan ekonomi suatu negara tidak akan berpengaruh signifikan. Perlambatan ekonomi global di 2007-2008 membuktikan, saat terjadi kenaikan tajam di harga minyak mentah dunia, banyak negara yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan hal tersebut. Lantas, kebijakan yang diambil di umumnya berupa penambahan subsidi dan/atau pengurangan anggaran negara di sektor tertentu untuk meminimalisir dampak inflasi.
Epilog.
Dari uraian diatas, kita Bisa memperoleh Citra mengenai pengertian inflasi, faktor pemicu terjadinya inflasi, serta alasan mengapa diperlukan kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi.
Inflasi sering digunakan sebagai alasan dan/atau pembenaran untuk pengambil kebijakan publik atas tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi. Inflasi juga sering dimanfaatkan sebagai alat kampanye untuk calon pemimpin (presiden atau perdana menteri) untuk merebut suara para pemilih, dengan janji-janji untuk mengendalikannya. Bahkan konon di 1974, presiden Amerika Serikat saat itu, Gerald R. Ford, pernah menyatakan bahwa inflasi merupakan musuh nomor satu (public enemy no. 1) di Amerika Serikat.
Pertanyaannya merupakan 'apa sebenarnya inflasi, setelah itu bagaimana inflasi terjadi, dan mengapa diperlukan kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi?'
Konsep dasar inflasi.
Pertama-tama kita akan memahami arti inflasi. Blanchard menyatakan bahwa inflasi merupakan ‘a sustained rise from the general level of prices’ (Blanchard, Olivier, Macroeconomics, 4th edition, 2006). Sementara Samuelson dan Nordhaus mengungkapkan bahwa inflasi (inflation or inflation rate) merupakan ‘the percentage of annual increase in a general cost level’ (Samuelson, Paul A., along with also William D. Nordhaus, Economics, 7th edition, 2002).
dengan cara umum Bisa dikatakan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga dengan cara umum, yang terjadi dalam suatu periode tertentu. Kenaikan harga tersebut Bisa dilihat dari perspektif luas, dimana kenaikan harga terjadi di produk barang dan jasa, serta di biaya kelayakan hidup (cost of living), atau Bisa juga dilihat dari sudut pandang yang lebih sempit, misalnya kenaikan harga produk konsumsi seperti cabai, bawang, dan lain-lain.
Selain itu angka inflasi diukur dalam satuan persen (rate). Untuk mengukur inflasi, pertama-tama wajib diketahui terlebih dahulu besaran indeks harga konsumen (Consumer cost Index/CPI). Angka CPI diperoleh dengan Tutorial menghitung biaya kelayakan hidup konsumen rumah tangga, antara lain meliputi biaya konsumsi barang dan jasa, biaya rumah termasuk sewa, dan sebagainya, dalam satu periode waktu tertentu.
Selanjutnya, angka yang diperoleh akan dibandingkan dengan angka indeks di tahun dasar atau base year. Indeks tahun dasar ini menjadi patokan untuk setiap pengukuran angka inflasi. Perbandingan tersebut menghasilkan angka/indeks yang dinamakan Consumer cost Index (CPI). setelah itu, persentase perubahan CPI dari periode waktu tertentu itulah yang disebut dengan consumer cost inflation atau bahasa sederhananya inflation/inflation rate atau tingkat inflasi. Misalnya, angka CPI di tahun dasar merupakan 100, sementara tahun ini penghitungan CPI mencapai 105, maka tingkat inflasi (inflation rate) di tahun ini merupakan sebesar 5% ((105/100) - (100/100))x 100%).
Sebagai informasi, ada pula istilah Core Consumer Inflation, yang menggambarkan penghitungan biaya kelayakan hidup konsumen, namun dengan mengecualikan faktor-faktor harga produk tertentu yang sifatnya seasonal (produk yang bersifat seasonal atau musiman biasanya menjalani kenaikan harga melebihi kewajaran karena permintaan yang meningkat, misalnya menjelang hari raya keagamaan, menjelang tutup tahun, dan sebagainya). Pengambil kebijakan publik cenderung membagikan perhatian lebih di penghitungan Core Consumer Inflation, sebab perubahan harga yang terjadi sifatnya relatif stabil.
Lebih jauh, pengambil kebijakan ekonomi akan berusaha menjaga supaya tingkat inflasi berada di kisaran angka tertentu, sebagai simbol stabilitas ekonomi dari waktu ke waktu. Disamping itu, dengan menjaga tingkat inflasi stabil di angka tertentu akan mempermudah setiap pengambilan kebijakan ekonomi. Tidak sedikit pula kajian ekonomi yang meyakini bila inflasi melebihi target yang diharapkan, maka Bisa memicu inflasi lanjutan dengan tingkat yang lebih parah apabila tidak cepat ditanggulangi.
Sebenarnya tidak ada patokan tertentu atas tingkat inflasi yang dianggap wajar, namun demikian ada kisaran (range) yang Bisa membantu pengambil kebijakan ekonomi dalam menentukan tingkat inflasi yang ditargetkan dalam satu tahun ekonomi. Salah satu studi menyebut saat inflasi berada diantara 0%-2.5% artinya perekonomian dalam kondisi stabil atau dalam fase cost stability, sementara bila tingkat inflasi berada dikisaran 2.5%-5.0%, Bisa dikatakan bahwa tingkat inflasinya moderat/sedang. saat inflasi mencapai angka 5%-8%, maka sudah masuk dalam kategori inflasi tinggi, sedangkan tingkat inflasi yang berada diatas angka 8% sudah memasuki fase inflasi berbahaya, dengan dampak lanjutannya berupa hiperinflasi (hyperinflation) (Hellerstein, Rebecca, The Impact of Inflation, Federal Reserve Bank of Boston, 1997).
Disisi lain, apabila inflasi berada dibawah 0% disebut sebagai negative inflation atau deflation (deflasi). Deflasi juga menjadi perhatian pengambil kebijakan ekonomi, Sebab Bisa membawa dampak negatif untuk perekonomian. Namun demikian, pembahasan mengenai deflasi akan disajikan dalam ulasan tersendiri.
Faktor pemicu inflasi.
Ada beberapa hal yang memicu terjadinya inflasi. Salah satunya merupakan dampak kebijakan moneter, misalnya penambahan jumlah uang beredar di pasar atau penurunan tingkat suku bunga acuan. Penggambarannya sebagai berikut: saat uang beredar di pasar bertambah banyak, maka nilai uang akan merosot. Kebijakan ini sebenarnya wajar aja untuk memacu peningkatan konsumsi, namun saat penurunan nilai uang lebih besar daripada skala ekonomi (the size of economy), maka yang terjadi justru kenaikan harga produk sebagai penyesuaian atas menurunnya nilai uang.
Keterkaitan antara jumlah uang beredar (money supply) dengan skala ekonomi (the size of economy) ini dikenal dalam konsep The Quantity Theory of Money, yang muncul di abad ke-16, dikembangkan oleh ekonom-ekonomi aliran klasik (classical economists) seperti John Stuart Mill, David Hume, dan David Ricardo.
Namun demikian, kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah juga Bisa menimbulkan inflasi. Misalnya saat pemerintah melonjakkan pengeluaran/belanja (spending), hal ini memicu peningkatan permintaan (demand). Akan akan tetapi saat demand melebihi supply, akan terjadi kelangkaan sumberdaya produksi (production resources) sehingga mengakibatkan kenaikan harga produk. Hal ini yang disebut sebagai demand-pull inflation.
Perubahan di persediaan (supply) produk juga Bisa menjadi pemicu timbulnya inflasi. Terjadinya supply shocks, misalnya saat terjadi Bala alam, akan melonjakkan ongkos produksi (production costs) yang di gilirannya akan menurunkan kuantitas persediaan produk, sehingga melambungkan harga. Dengan Perkataan lain, inflasi terjadi Sebab adanya masalah terhadap persediaan produk. Fenomena ini dikenal dengan istilah cost-push inflation.
Kebijakan untuk mengendalikan inflasi.
Mengingat faktor-faktor pemicu inflasi seperti diuraikan diatas, maka pengambil kebijakan ekonomi mesti berhati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan fiskal, moneter, ataupun dalam rangka keseimbangan demand-supply.
Apabila terjadi inflasi yang tidak diharapkan, maka kebijakan-kebijakan tertentu Bisa diterapkan, misalnya bank sentral menjalankan contractionary policy, yakni dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, sehingga Bisa menekan permintaan (sebagian pelaku ekonomi akan menahan uang mereka dan tidak menggunakannya untuk konsumsi). Selain itu, bank sentral juga Bisa mengambil kebijakan dengan Tutorial memperketat Anggaran untuk memperoleh kredit (pinjaman). di umumnya, kebijakan seperti ini dalam jangka pendek Bisa berdampak negatif terhadap ekonomi, misalnya di sektor perumahan.
Ada satu ungkapan dalam upaya mengatasi inflasi, yakni ‘problem must intentionally be made worse before in which gets better!’, artinya kondisi ekonomi wajib dibuat menjadi ‘lebih buruk’ dalam jangka pendek, sebelum menjalani perbaikan dalam jangka panjang. Bisa disimpulkan bahwa mengelola laju inflasi supaya tetap stabil merupakan langkah terbaik, sebab bila inflasi sudah tidak terkendali, maka ongkos yang wajib dikeluarkan menjadi sangat mahal.
Namun bila penyebab inflasi tersebut dari faktor global, maka kebijakan ekonomi suatu negara tidak akan berpengaruh signifikan. Perlambatan ekonomi global di 2007-2008 membuktikan, saat terjadi kenaikan tajam di harga minyak mentah dunia, banyak negara yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan hal tersebut. Lantas, kebijakan yang diambil di umumnya berupa penambahan subsidi dan/atau pengurangan anggaran negara di sektor tertentu untuk meminimalisir dampak inflasi.
Epilog.
Dari uraian diatas, kita Bisa memperoleh Citra mengenai pengertian inflasi, faktor pemicu terjadinya inflasi, serta alasan mengapa diperlukan kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi.
0 Response to "Mengenal Konsep Inflasi dalam Perekonomian Yang wajib Kita Ketahui"
Posting Komentar