Hal Fundamental seputar materi Kaitan Korupsi dengan Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi, bahwa setiap warga negara wajib mempunyai kepahaman seputar materi ekonomi, hal ini dikarenakan dengan perkembangan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. Misalnya, karir paling populer yang Bisa dikejar kebanyakan dengan gelar ekonomi. Penelitian yang berbeda cenderung menemukan nilai gaji lulusan ekonomi cukup dibayar dengan bagus. Ini mengajarkan kita bagaimana Tips membuat pilihan, yang sangat penting dalam bisnis.
Kaitan Korupsi dengan Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi
Korupsi menjadi musuh banyak negara, mengingat dampak negatif yang begitu besar di pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Tulisan kali ini akan mengulas pengertian korupsi dan beberapa studi mengenai korupsi dari tinjauan ilmu ekonomi.
Perkataan korupsi (corruption) mempunyai makna yang luas dan Bisa ditinjau dari berbagai perspektif keilmuan. Untuk itu kita akan membatasi pengertian korupsi dengan cara umum dan dalam ruang lingkup ilmu ekonomi.
Menurut Merriam-Webster dictionary, pengertian korupsi merupakan 'dishonest or illegal behavior especially by powerful people (such as government officials or police officers)'.
Apabila diterjemahkan dengan cara bebas, maka korupsi merupakan perilaku tidak jujur atau melawan hukum, terutama oleh orang yang mempunyai kekuasaan (misalnya pejabat negara atau petugas kepolisian).
Sedangkan menurut organisasi Transparansi Internasional (the International Transparency), korupsi dimaknai sebagai penyalahgunaan wewenang publik untuk kepentingan pribadi (www.transparencyinternational.org).
Sementara the earth Bank menyatakan bahwa korupsi merupakan penyimpangan peraturan serta pelemahan pondasi institusi yang memberi dampak buruk untuk masyarakat. Lebih lanjut, the earth Bank juga mengungkapkan kalau setiap tahun terdapat upaya penyuapan (bribery) diseluruh dunia dengan kisaran angka mencapai US$ 1,000 milliar dan angka korupsi yang diperkirakan berlipat-lipat dari nilai tersebut (www.worldbank.org, Anti-corruption, May 10, 2016).
Dalam konsep ekonomi, kejadian korupsi Bisa dipandang sebagai kegagalan mekanisme pasar, ditandai dengan adanya peluang untuk pelaku pasar untuk mendapatkan profit yang setinggi-tingginya dengan Tips melanggar hukum dan/atau memanfaatkan celah yang ada di peraturan. Selain itu korupsi juga dikaitkan dengan pola distribusi pendapatan (income distribution) dan ketimpangan pendapatan (income inequality).
Gupta et.al dalam studinya meneliti kaitan antara korupsi dengan income inequality dan kemiskinan. Hubungan tersebut Bisa dilihat dari dua sudut pandang:
Selain itu terdapat temuan yang mencatat bagaimana korupsi berdampak di perekonomian, yakni:
Penelitian lain mengenai dampak korupsi di pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan dilakukan melalui studi kasus di Benua Afrika, dimana kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, serta pendapatan yang tidak merata menjadi kasus endemik di wilayah tersebut.
Studi menemukan bahwa investasi melalui skema Foreign Direct Investment (FDI) menurun dari tahun ketahun karena ketidakpercayaan investor. Selain itu tercatat pula bahwa negara-negara Afrika paling banyak menerima bantuan dana internasional, bagus dari Forum negara ataupun organisasi internasional. Sayangnya, sebagian dari dana-dana ini diperkirakan ‘hilang’ alias tidak pernah hingga di sasaran, termasuk untuk pemberantasan kemiskinan serta peningkatan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Kesimpulan dari studi tersebut menyatakan bahwa korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi, bagus dengan cara langsung ataupun tidak langsung, melalui turunnya investasi dan aliran modal masuk (capital inflow). Catatan lain menunjukkan bahwa korupsi di negara-negara Afrika cenderung merata namun tidak terorganisir (tidak terfokus di jenjang pengambilan keputusan). Ini berbeda dengan pola korupsi di negara-negara Asia yang cenderung rapi dan terorganisir (Gyimah-Brempong, K, Corruption, economic growth, along with income inequality in Africa, 2001).
Sementara itu, problem sentralisasi-desentralisasi telah lama menjadi fokus penelitian mengenai korupsi. Dalam studi terhadap 59 negara di periode 1980-1995 dengan memakai analisa regresi terhadap faktor-faktor ekonomi seperti indeks kebebasan masyarakat sipil, besaran GDP, populasi penduduk, dan pengeluaran pemerintah, Fisman dan Gatti menyatakan adanya korelasi negatif antara desentralisasi dengan keterjadian korupsi. Ini mengindikasikan bahwa desentralisasi bukanlah faktor yang menyebabkan peningkatan angka korupsi (Fisman, R along with R. Gatti, Decentralization along with corruption: evidence across countries, Journal of Public Economics, 2002).
Studi lain berupaya menghubungkan antara perilaku korupsi dengan aktivitas shadow economy/underground economy. Penelitian menyatakan bahwa di negara-negara maju yang berpenghasilan tinggi, dimana tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum dilaksanakan dengan cara ketat, perilaku korupsi merupakan subsitusi (pengganti) dari aktivitas shadow economy, mengingat sulitnya menjalankan kegiatan shadow economy. Sebaliknya, di negara-negara berkembang dan terbelakang, tindak korupsi dan kegiatan shadow economy justru saling melengkapi (Schneider, F, Shadow Economies along with Corruption All Over the earth: What Do We definitely Know?, IZA Discussion Paper No. 2315, September 2006).
Epilog, sesuai dengan penelitian yang ada, terdapat kaitan erat antara korupsi dengan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, dimana korupsi membawa dampak negatif di distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Perkataan korupsi (corruption) mempunyai makna yang luas dan Bisa ditinjau dari berbagai perspektif keilmuan. Untuk itu kita akan membatasi pengertian korupsi dengan cara umum dan dalam ruang lingkup ilmu ekonomi.
Menurut Merriam-Webster dictionary, pengertian korupsi merupakan 'dishonest or illegal behavior especially by powerful people (such as government officials or police officers)'.
Apabila diterjemahkan dengan cara bebas, maka korupsi merupakan perilaku tidak jujur atau melawan hukum, terutama oleh orang yang mempunyai kekuasaan (misalnya pejabat negara atau petugas kepolisian).
Sedangkan menurut organisasi Transparansi Internasional (the International Transparency), korupsi dimaknai sebagai penyalahgunaan wewenang publik untuk kepentingan pribadi (www.transparencyinternational.org).
Sementara the earth Bank menyatakan bahwa korupsi merupakan penyimpangan peraturan serta pelemahan pondasi institusi yang memberi dampak buruk untuk masyarakat. Lebih lanjut, the earth Bank juga mengungkapkan kalau setiap tahun terdapat upaya penyuapan (bribery) diseluruh dunia dengan kisaran angka mencapai US$ 1,000 milliar dan angka korupsi yang diperkirakan berlipat-lipat dari nilai tersebut (www.worldbank.org, Anti-corruption, May 10, 2016).
Dalam konsep ekonomi, kejadian korupsi Bisa dipandang sebagai kegagalan mekanisme pasar, ditandai dengan adanya peluang untuk pelaku pasar untuk mendapatkan profit yang setinggi-tingginya dengan Tips melanggar hukum dan/atau memanfaatkan celah yang ada di peraturan. Selain itu korupsi juga dikaitkan dengan pola distribusi pendapatan (income distribution) dan ketimpangan pendapatan (income inequality).
Gupta et.al dalam studinya meneliti kaitan antara korupsi dengan income inequality dan kemiskinan. Hubungan tersebut Bisa dilihat dari dua sudut pandang:
- korupsi sebagai faktor pencetus ketimpangan pendapatan dan kemiskinan.
- ketimpangan pendapatan dan kemiskinan sebagai pemicu terjadinya korupsi.
Selain itu terdapat temuan yang mencatat bagaimana korupsi berdampak di perekonomian, yakni:
- Pertumbuhan. Tingginya angka korupsi membawa konsekuensi semakin tingginya kemiskinan, dan Sebab tingginya pertumbuhan berasosiasi dengan turunnya tingkat kemiskinan, maka Bisa disimpulkan bahwa korupsi berimplikasi negatif terhadap pertumbuhan.
- Sistem pajak yang bias. Korupsi berdampak di munculnya pelanggaran pajak (tax evasion) serta penghindaran kewajiban perpajakan (tax avoidance), yang di gilirannya akan melonjakkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
- Program sosial yang tidak tepat sasaran. Korupsi Bisa terjadi di program-program pemerintah untuk masyarakat miskin, seperti penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan. Dampaknya jelas akan mengurangi kesejahteraan yang semestinya Bisa dinikmati oleh masyarakat.
- Kepemilikan aset yang terpusat. Hal ini diyakini mampu mempengaruhi kebijakan publik, sehingga berpotensi merugikan kepentingan masyarakat.
- Anggaran untuk masyarakat. Korupsi menimbulkan inefisiensi dan memperbesar pengeluaran pemerintah, sehingga berpotensi mengurangi besarnya anggaran yang tersedia untuk masyarakat.
Penelitian lain mengenai dampak korupsi di pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan dilakukan melalui studi kasus di Benua Afrika, dimana kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, serta pendapatan yang tidak merata menjadi kasus endemik di wilayah tersebut.
Studi menemukan bahwa investasi melalui skema Foreign Direct Investment (FDI) menurun dari tahun ketahun karena ketidakpercayaan investor. Selain itu tercatat pula bahwa negara-negara Afrika paling banyak menerima bantuan dana internasional, bagus dari Forum negara ataupun organisasi internasional. Sayangnya, sebagian dari dana-dana ini diperkirakan ‘hilang’ alias tidak pernah hingga di sasaran, termasuk untuk pemberantasan kemiskinan serta peningkatan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Kesimpulan dari studi tersebut menyatakan bahwa korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi, bagus dengan cara langsung ataupun tidak langsung, melalui turunnya investasi dan aliran modal masuk (capital inflow). Catatan lain menunjukkan bahwa korupsi di negara-negara Afrika cenderung merata namun tidak terorganisir (tidak terfokus di jenjang pengambilan keputusan). Ini berbeda dengan pola korupsi di negara-negara Asia yang cenderung rapi dan terorganisir (Gyimah-Brempong, K, Corruption, economic growth, along with income inequality in Africa, 2001).
Sementara itu, problem sentralisasi-desentralisasi telah lama menjadi fokus penelitian mengenai korupsi. Dalam studi terhadap 59 negara di periode 1980-1995 dengan memakai analisa regresi terhadap faktor-faktor ekonomi seperti indeks kebebasan masyarakat sipil, besaran GDP, populasi penduduk, dan pengeluaran pemerintah, Fisman dan Gatti menyatakan adanya korelasi negatif antara desentralisasi dengan keterjadian korupsi. Ini mengindikasikan bahwa desentralisasi bukanlah faktor yang menyebabkan peningkatan angka korupsi (Fisman, R along with R. Gatti, Decentralization along with corruption: evidence across countries, Journal of Public Economics, 2002).
Studi lain berupaya menghubungkan antara perilaku korupsi dengan aktivitas shadow economy/underground economy. Penelitian menyatakan bahwa di negara-negara maju yang berpenghasilan tinggi, dimana tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum dilaksanakan dengan cara ketat, perilaku korupsi merupakan subsitusi (pengganti) dari aktivitas shadow economy, mengingat sulitnya menjalankan kegiatan shadow economy. Sebaliknya, di negara-negara berkembang dan terbelakang, tindak korupsi dan kegiatan shadow economy justru saling melengkapi (Schneider, F, Shadow Economies along with Corruption All Over the earth: What Do We definitely Know?, IZA Discussion Paper No. 2315, September 2006).
Epilog, sesuai dengan penelitian yang ada, terdapat kaitan erat antara korupsi dengan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, dimana korupsi membawa dampak negatif di distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
0 Response to "Kaitan Korupsi dengan Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi Yang wajib Kita Ketahui"
Posting Komentar